Pengertian Bullying, Jenis-Jenis, Penyebab dan Cara Mencegah Bullying Lengkap

Oleh: Putri Pramaishela

Meski sudah ada banyak ajakan atau kampanye untuk Stop Bullying, nyatanya kasus bullying selalu ada setiap tahunnya. Seolah-olah bullying takan pernah sirna. Berbicara soal bullying, Apa itu bullying? Bullying, penindasan, perundungan, atau pengintimidasian adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain.

Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar ras, agama, gender dan kemampuan. Budaya bullying ini dapat berkembang di mana saja selagi terjadi interaksi antar manusia, dari mulai dilingkungan rumah tangga, sekolah, dan tempat kerja.

Pengertian Bullying Menurut Para Ahli

Menurut Wicaksana (2008), bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan.

Ilustrasi: Pengertian Bullying menurut para ahli (Pixabay)

Menurut Black dan Jackson (2007), bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang di dalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain.

Menurut Sejiwa (2008), bullying ialah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan fisik maupun mental yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok, dan dalam situasi ini korban tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya.

Jenis Jenis Bullying dan Pengertiannya

Menurut Coloroso (2006), perilaku bullying dapat dikelompokkan menjadi empat bentuk, yaitu: Bullying secara verbal, fisik, relasional, dan elektronik.

Bullying verbal

Bullying verbal adalah bullying yang mengintimidasi dengan menggunakan kata-kata, bullying secara verbal merupakan hal yang sering dilakukan oleh pelaku bullying. Bullying secara verbal merupakan permulaan pertama pelaku bullying untuk memulai pendindasan lebih lanjut. Bentuk bullying verbal bisa berupa memberikan julukan nama yang buruk, memberikan celaan, hinaan, gosip, fitnah, kritikan yang lebih mengarah pada penghinaan, pelecehan seksual perlakuan verbal lainnya.

Bullying Fisik

Berikutnya Bullying secara fisik ialah tindakan menyakiti korban melalui interaksi fisik secara langsung, dibandingkan dengan bullying secara verbal bullying fisik lebih jarang ditemui. Karena biasanya pelaku yang melakukan penindasan kekerasan secara fisik merupakan orang yang bermasalah sedari awal seperti memiliki masalah psikologi dan masalah lainnya. Bullying fisik lebih sering meninggalan bekas pada korban biasanya berupa luka-luka pada fisik. Contoh penindasan secara fisik bisa berupa pemukulan, menendang, mendorong, membanting, dan kekerasan fisik yang lainnya.

Bullying Relasional

Kemudian Bullying relasional ialah tindakan penindasan yang dilakukan dengan memutuskan relasi-hubungan sosial korban bertujuan untuk melemahkan harga diri korban melalui tindakan menjauhi korban seperti pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Bullying dalam bentuk ini memberikan rasa tidak nyaman untuk korban, hal ini bisa mengakibatkan depersi apabila korban tidak cukup kuat secara mental.

Bullying Elektronik

Yang terakhir Bullying elektronik bentuk penindasan yang dilakukan pelaku melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, dan internet. Hal ini ditujukan untuk meneror korban melalu pesan tulisan, gambar dan video yang sifatnya mengintimidasi, atau menyakiti korban.

Adapula bentuk lain dari bullying seperti cyber bullying atau perundungan melalu media online. Namun keduanya memiliki kesamaan yaitu memberikan efek pada psikis korban seperti membuat rasa takut, marah, gelisah, was-was dan lainnya.

Ciri-Ciri Bullying Menurut Para Ahli

Sedangkan menurut Susanto (2010), ciri-ciri korban bullying dilihat dari sisi akademis, korban terlihat tidak lebih cerdas dari orang yang tidak menjadi korban. Secara sosial, korban terlihat lebih memiliki hubungan yang erat dengan orang tua mereka atau malah sebaliknya.

Secara mental atau perasaan, korban menilai bahwa dia adalah orang yang bodoh dan tidak berharga. Kepercayaan diri mereka rendah dan tingkat kecemasan sosial mereka tinggi.

Ilustrasi Ciri-ciri bullying (Pixabay).

Secara fisik, korban adalah orang yang lemah, korban laki-laki lebih sering mendapat kekerasan secara fisik, sedangkan korban perempuan lebih sering mendapat bullying secara verbal.

Sedangkan bila dilihat sebagai individu, korban mengharapkan sebuah penerimaan sosial, tetapi mereka enggan atau jarang bahkan merasa kesulitan untuk memulai bersosialisasi ataupun memulai sebuah interaksi sosial.

Para korban bullying biasanya jarang mendapat perhatian, karena korban bersifat pasif dan menjauh dari sebuah aktivitas atau kegiatan tertentu.

Bentuk dari tindakan bullying biasanya berupa verbal seperti ejekan, makian, cemoohan, ledekan bahkan hinaan. Namun bila dibiarkan lebih lanjut, pelaku bullying bisa melakukan teror fisik kepada korban bullying hal itu bisa berupa pukulan, tendangan dan kontak fisik lain.

Hal itu memberikan efek sakit secara fisik, luka, cedera, sampai tindakan fatal yang dapat menghilangkan nyawa seseorang. Dalam jangka panjang tindakan bullying juga bisa memberikan efek trauma psikologis, ketakutan, kecemasan, atau stres bahkan sampai membuat korban depresi.

Penyebab Bullying Pada Remaja

Ada banyak corak dan pola terjadinya kasus bullying yang marak di kalangan remaja. Alasan yang mudah kerap kali terjadi di ranah umur remaja karena rentang usia pergantian dari wahana dunia anak yang dominan dengan kesenangan, kebungahan hingga minim kesedihan hanya karena (mungkin) minim pertanggungjawaban dan pembebanan menuju usia memasuki dewasa.

Di sini terdapat gap (rentang) dan jarak yang acap kali pribadi remaja perihal emosionalnya belum stabil sehingga mudah labil. Posisi usia remaja di ambang transisi muda ke dewasa adalah tempat biak favorit singgungan kontradiktif antara keinginan yang membulat dengan jiwa keegoan yang berdaulat.

Karena remaja dengan kisaran umur 12-17 tahun adalah masa-masa mereka dalam menemukan jati diri mereka, masih mudah terpengaruh dengan emosi dan lingkungan sekitarnya (Nafisatul Hasanah, 2020).

Secara ringkas, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya bullying dikumpulkan dari berbagai sumber; jurnal, esai hingga skripsi.

Penulis mengklasifikasi dalam dua cabang besar; faktor internal (dalam), faktor keluarga; dan faktor eksternal (luar), faktor teman sebaya. Berikut akan diurai secara singkat dan mewakili:

Faktor Penyebab Bullying Internal ; keluarga

Anak yang tumbuh dalam keluarga dengan iklim dan suasana kekeluargaan yang kurang harmonis, orang tua yang sensitif dan mudah terbawa emosional hingga mengakibatkan kurangnya atensi orang tua atas anak adalah gerbang awal timbulnya perilaku menyimpang, salah satunya bullying. Tidak bisa disalahkan, lingkungan awalnya sudah tidak teratur.

Kendati demikian, tidak sedikit dari orang tua yang mampu secara sempurna menjadi orang tua utuh untuk seoarang anak. Mungkin karena alasan pekerjaan orang tua yang jauh dari keluarga sehingga interaksi, dialog komunikatif dan sosialisasi yang kurang antara anak dan orang tua menjadi kendala tersendiri atas timbulnya tingkah laku yang menjerumus kepada bullying.

Hal ini yang kemudian menyebabkan sosialisasi tidak sempurna pada anak. Anak yang mengalami sosialisasi tidak sempurna ini berkemungkinan memiliki perilaku menyimpang.

Perilaku menyimpang adalah semua perilaku manusia yang dilakukan secara individu maupun kelompok yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat (Elly, 2011).

• Faktor Penyebab Bullying Eksternal; teman sebaya

Antara faktor internal dengan faktor eksternal saling bersinggungan dan berkelindan. Lumrahnya, anak yang sudah mental dari lingkungan keluarganya secara tidak langsung memberi jarak terhadap keluarganya, sehingga keluar dari lingkungan awal dengan mencari ketenangan di lingkungan lain. Dan tempat yang acap kali dituju adalah pergumulan teman sebayanya.

Alasan ini bisa menjadi solusi, di satu sisi, di sisi lain juga ironi. Pergumulan teman sebaya yang mampu menerima keluh kesah dan prihatin atas kondisi pribadinya dan keluarganya akan menerima dan lambat laun diberi semangat sekaligus support sebagai reaksi atas ketimpangan yang dialami oleh anak (yang mental dari keluarga) itu tadi.

Berbeda dengan teman sebaya yang memiliki pandang sebaliknya.
Karena bagaimana pun juga, pada usia remaja, remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya.

Karena pencarian identitas diri remaja dapat melalui penggabungan diri dalam kelompok teman sebaya atau kelompok yang diidolakannya.

Bagi remaja, penerimaan kelompok penting karena mereka bisa berbagi rasa dan pengalaman dengan teman sebaya dan kelompoknya.

Ilustrasi penyebab Bullying pada remaja (pixabay).

Biasanya pelaku bullying melalukan tindakan penindasan karena masalah pribadi seperti pengalaman anak yang terlahir dari keluarga disfungsional, yang membuatnya kurang mendapatkan afeksi keluarga sehingga pelaku bullying melakukan tindakannya dengan maksud untuk memperoleh perhatian.

Selain itu dalam beberapa kasus ada pula pelaku bullying yang merupakan korban bullying juga, jadi latar belakang pelaku melakukan tindakan bullying dengan dasar balas dendam dan kesulitan mengontrol emosi.

Cara Mencegah Bullying Bagi Remaja

Bullying adalah soal emosional individu. Sedari dini jika sudah diberi lingkungan baik dengan surplus positif yang dapat membantu mental dan sikap anak untuk tidak berbuat buruk.

Peran orang tua dalam membimbing anak sangatlah krusial, terlebih ketika anak memasuki usia remaja, kisaran umur 17-25, masa-masa di mana pendidikan sangat penting bagi nutrisi kehidupan anak.

Lemahnya emosi seseorang akan berdampak pada terjadinya masalah di kalangan remaja, misalnya bullying yang sekarang kembali mencuat di media.

Kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari akar persoalannya.

Pencegahan bullying bisa dilakukan dengan dialog interaktif antara sesama anggota keluarga dengan anak. Harapannya bisa menumbuhkan rasa empati dan terbiasa mendahulukan komunikasi untuk keperluan verifikasi dibanding mendahulukan emosi. Tidak kalah pentingnya membantu menemukan bakat, potensi dan minat anak serta mendukungnya.

Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri dan mendukung kehidupan sosial mereka sehingga membantu melindungi mereka dari bullying.

Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang.

Untuk itu mereka seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk perkembangannya (Kustiyono, 2019).

Jika dilihat dari sudut pandang orang tua atau guru, maka berilah perhatian positif kepada anak atau perserta didik sebelum mereka mencari perhatian dengan tindakan negatif.

Untuk individu, maka tumbuhkanlah rasa percaya diri, karena pelaku bullying jarang menindas korban yang berani dan percaya diri, mereka lebih mengincar korban yang minder dan penyendiri.

Sehingga selain menumbuhkan sikap percaya diri, individu diharapkan pula untuk menjalin hubungan dengan orang-orang yang berkualitas, buatlah hubungan pertemanan atau circle yang sehat dan memberikan positive vibes.

Dan yang terakhir adalah laporkan pada pihak yang berwenang, kuatkan mental dan beranikan diri untuk speak up tentang penindasan yang telah dialami agar pelaku mendapat hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.

Diharapkan pula dinas terkait untuk memperbanyak kontak layanan aduan korban bullying, agar siapapun yang merasa menjadi korban atau saksi bisa melaporkan tindakan tersebut agar korban mendapat penanganan yang dibutuhkan.

Selain kontak layanan aduan, dibutuhkan juga wadah atau tempat untuk pemulihan mental atau trauma psikologis yang layak bagi korban bullying.***

Mungkin Anda Suka