Filosofi Blangkon dalam Bahasa Jawa, Keistimewaan dan Makna yang Terkandung

SUNANESIA.COM – Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai kelengkapan dari pakaian tradisional Jawa.

Selain sebagai pelindung terhadap sinar matahari Blangkon juga mempunyai fungsi sosial yang menunjukkan martabat atau kedudukan sosial bagi pemiliknya.

Umumnya, terbuat dari jalinan kain polos atau bermotif hias (batik). Kain tersebut dilipat, dililit, dan dijahit sehingga berbentuk mirip topi yang dapat dikenakan langsung.

Keistimewaan blangkon sendiri memiliki makna filosofis yang mendalam, yakni berupa pengharapan dalam nilai-nilai hidup.

Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa kepala seorang lelaki memiliki arti serius dan khusus sehingga penggunaan blangkon sudah menjadi pakaian keseharian atau pakaian wajib.

Dahulu, pembuatan blangkon ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, dikarenakan terdapat penetapan pakem atau aturan tersendiri.

Jadi, hanya seniman yang memahami dan memiliki keahlian terkait pakem tersebut yang boleh membuat blangkon.

Pada dasarnya blangkon terbuat dari kain berbentuk persegi empat bujur sangkar, yakni kain udeng atau kain iket. Kain memiliki ukuran lebar dan panjang sekitar 105 cm x 105 cm.

Akan tetapi, blangkon modern atau sudah menggunakan lebih sedikit kain, hanya setengah ukuran dari kain tersebut.

Biasanya untuk ukuran blangkon diukur dari jarak antara garis melintang telinga kanan ke telinga kiri, melalui ubun-ubun kepala dan melalui dahi.

Filosofi Blangkon

Terdapat beberapa makna filosofis yang penting yang ada pada blangkon.

1. Sebagai Wujud Pengendalian Diri

Pada zaman dahulu, banyak sekali lelaki pada masyarakat Jawa yang memanjangkan rambut. Namun, mereka tidak membiarkan rambutnya terurai berantakan, melainkan selalu mengikatnya dengan kain atau menggulung rapi ke belakang kepala.

Sikap ini merupakan bentuk pengendalian diri, konon katanya mereka hanya akan mengurai rambutnya saat berada di rumah atau dalam sebuah pertikaian, seperti perkelahian dan peperangan.

Bagi masyarakat Jawa sendiri melepas penutup kepala dan membiarkan rambut terurai menunjukkan wujud luapan emosi atau amarah memuncak. Jadi, blangkon bisa menjadi peringatan untuk selalu bersikap lembut dan menahan emosi.

2. Sebagai Salah Satu Ajaran Agama Islam

Dalam masyarakat Jawa, penggunaan blangkon memiliki arti tersendiri. Manusia harus selalu menjaga dan memerhatikan mahkotanya, yakni kepala, rambut, dan wajah sebagai bagian terpenting dan terhormat.

Masuknya Islam ke Indonesia menjadi salah satu makna tersendiri dalam pemakaian blangkon.

Blangkon memiliki bentuk yang spesial, ada lipatan melingkar untuk menutupi kepala dan ada mondolan atau bulatan di bagian belakang.

Di balik bentuk spesial tersebut, kain blangkon yang menutupi kepala sebanyak 17 lipatan melambangkan adanya 17 rakaat dalam 5 waktu shalat. Kehadiran mondolan di bagian belakang juga mencegah penggunanya dari tidur.

Kemudian dalam pembuatan blangkon harus memastikan mondolan berada tepat di tengah dan lurus ke atas menjadi pengingat agar penggunanya senantiasa lurus menjalankan perintah dan tidak menutup mata terhadap Yang Maha Kuasa.

Sementara itu, sisa kain di samping mondolan sebanyak 6 menjadi simbol rukun Iman dalam ajaran Islam.

Demikianlah artikel singkat berjudul Filosofi Blangkon dalam Bahasa Jawa, Keistimewaan dan Makna yang Terkandung. Semoga dengan adanya artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua amin.***

Penulis: Lulu Karima Kusmaedi

Mungkin Anda Suka