Bus Berlogo PDIP Dibakar Anak SD, Agus Mulyadi : Aktivis Saja Belum Tentu Berani

Sunanesia.com – Bocah SD berjumlah dua orang di Blitar, Jawa Timur membakar bus berlogo PDIP yang mangkrak di lahan kosong Jalan Ketapang Kelurahan Tlumpu Kecamatan Sukorejo.

Berdasar dugaan pembakar bus dilakukan ketika dua bocah tersebut sedang bermain di lokasi. Dua bocah itu berpikiran bahwa bus yang sudah lama mangkrak di lahan kosong itu terkesan angker dan seram.

Dua bocah tersebut membakar bus dengan cara memasukkan jerami di bagian belakang bus dan dibakar dengan korek api.

Bahkan kejadian ini juga mendapat komentar dari seorang penulis asal Magelang yaitu Agus Mulyadi.

Dia mengomentari aksi bocah SD tersebut melalui akun Instagram pribadinya @agusmagelangan.

“Masih SD sudah berani bakar bus partai, gimana nanti kalau sudah kuliah? pasti akan jauh lebih subversif….” tulisnya dipostingan.

Agus mengatakan dua bocah tersebut merupakan tindakan subversif dan revolusioner.

“Nggak main-main Lo ini, membakar bis berlogo partai. Hal yang Bakan aktivis saja belum tentu berani melakukannya,” katanya.

Bahkan menurutnya kejadian ini adalah sesuatu yang penuh dengan semiotika, hal yang penuh dengan arti.

“Bis artinya kendaraan. Lalu mangkrak artinya sesuatu yang tidak bermanfaat. Lalu logo PDIP melambangkan partai. Api melambangkan perlawanan sedangkan jerami melambangkan petani dan wong cilik. Lali anak SD melambangkan pendidikan.” tuturnya.

Agus juga memberikan kesimpulan apabila hal tersebut dibaca dan dipahami dengan seksama bahwa kejadian tersebut merupakan kode.

“Bahwa masyarakat kelas bawah melalui pendidikan bisa memberikan perlawanan terhadap kendaraan politik yang tidak berguna dan memberikan manfaat, ” terangnya.

Selain itu, Agus juga memberikan pendapat bahwa anak SD yang sudah menggencarkan aksi yang tidak terduga tersebut bukanlah anak SD seperti biasanya.

“Mereka pasti anak SD yang selain suka baca buku paket, juga suka baca buku-buku Roland Barthez,” katanya.

Sekilas tentang Roland Barthez

Barthes merupakan salah satu filsuf, kritikus sastra, dan semolog asal Prancis yang paling eksplisit mempraktikkan semiologi Ferdinand de Saussure, bahkan mengembangkan semiologi itu menjadi metode untuk menganalisis kebudayaan.

Sementara, dalam The Fashion System, Barthes mengkaji fashion sebagai sebuah sistem tanda seperti model linguistik Saussure.

Mythologies merupakan kumpulan esainya mengenai berbagai aspek kebudayaan Prancis, dari balap sepeda Tour de France, tarian telanjang, mainan anak-anak, wrestling, dan sebagainya.

Semiotik, secara etimologis istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda”. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.***

Mungkin Anda Suka