Alissa Wahid Tangapi Soal Gas Air Mata di Pulau Rempang Sebuat “Tidak Belajar dari Kanjuruhan”

Tragedi Gas Air Mata di Pulau Rempang, Batam, Kepulaun Riau (twitter).

SUNANESIA.COM — Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid memberi tanggapan terkait aksi penembakan gas air mata yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menertibkan massa yang menolak kedatangan petugas pematok lahan untuk proyek strategis nasional Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, Kamis (7/9/2023).

Alissa Wahid mengingatkan kembali tragedi Sepak Bola Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang karena gas air mata. “Apa tidak belajar dari Kanjuruhan?” kata Alissa dikutip di media sosial twitter pada (10/9/2023).

Alissa mengungkapkan bahwa gas air mata tidak semestinya digunakan sembarangan. Apalagi melempar ke warga dan akan sekolah.

“Gas air mata tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi ke rakyat yang sedang bekerja. Harus ada alasan kuat,” lanjutnya.

Sejauh ini aparat kepolisian telah melakukan klarifikasi, bahwa gas air mata yang mengenai anak sekolah itu terjadi karena tertiup angin. Jika benar, kata Alissa, artinya aparat tidak terampil menggunakan gas air mata.

“Kalau benar karena angin jadi kena anak-anak berarti polisi kurang terampil. Harusnya bisa menghitung,” terangnya.

Pihak Kepolisian

Kabid Humas Polda Kepulauan Riau, Kombes Zahwani Pandra Arsyad, menyatakan bahwa gas air mata dilepaskan ke arah massa sesuai aturan karena massa melemparkan batu ke aparat.

“Gas air mata sudah sesuai prosedur karena mereka lempar batu,” kata Zahwani.

Zahwani mengklaim bahwa polisi tidak mengarahkan gas air mata ke sekolah. Namun, lokasi sekolah bersandingan dengan tempat berkumpulnya massa, dan gas air mata tertiup oleh angin dan masuk ke ruang kelas.

“Sekolah berbatasan dengan tempat mereka berkumpul. Enggak mungkin gas air mata diarahkan ke sekolah,” lanjut Zahwani.

“Gas (air mata) dialihkan ke kerumunan tapi tertiup angin,” tedas Zahwani.

Menko Polhukam Mahfud MD merespon peristiwa bentrokan yang terjadi antara aparat gabungan TNI-Polri dengan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

“Kita tetap secara hukum minta kepada aparat penegak hukum untuk menangani masalah kerumunan orang itu atau aksi unjuk rasa atau yang menghalang-halangi eksekusi hak atas hukum itu supaya ditangani dengan baik dan penuh kemanusiaan. Itu sudah ada standarnya, itu masalah tindakan pemerintah dan tindakan aparat supaya Polri hati-hati,” ujar Mahfud saat ditemui dikutip CNN.

Lanjut, Mahfud menilai penggunaan gas air mata itu berbeda dengan Tragedi Kanjuruhan Malang pada Oktober 2022 silam.

“Ndak ada samanya dengan Kanjuruhan. Latar belakangannya beda, technically pun beda,” imbuhnya.

Anak Jadi Korban

Siswa-siswi di Rempang menjadi korban gas air mata saat Personil gabungan polisi, TNI dan BP Batam turun wilayah itu dan dihadang masyarakat.

Pihak BP Batam akan melakukan pematokan dan pengukuran tanah di Pulau Rempang untuk membangun investasi skala besar dan melakukan merelokasi warga.

Namun, suasana menjadi ricuh, aparat melepaskan gas air mata. Dari video yang telah beredar sejumlah siswa diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit terdekat.***

Mungkin Anda Suka